SEMARANG, obyektif.tv – Regenerasi pemain menjadi sorotan utama dalam Lomba Kolintang Kota Semarang yang digelar di Taman Budaya Raden Saleh, Semarang, Sabtu (23/8/2025).
Ketua Umum Ikatan Pelatih Kolintang Indonesia (Ipkolindo), Ferdinand Soputan, menegaskan bahwa pelibatan generasi muda dalam musik tradisional menjadi kunci keberlanjutan seni kolintang yang kini telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya.
“Kami sangat mengapresiasi bagaimana regenerasi terlibat untuk mencintai alat musik tradisional Indonesia. Tujuannya agar kolintang tetap bertahan, tidak hilang ditelan bumi. Justru sekarang adalah awal bagaimana kita merawat, melestarikan, sekaligus mengembangkannya,” ujar Ferdinand.
Ia menambahkan, regenerasi perlu ditopang inovasi tanpa meninggalkan pakem tradisi.
“Berinovasi itu penting, tapi kita juga harus ingat musik tradisional ini memiliki kearifan lokal yang tidak boleh dilupakan,” imbuhnya.

Sekretaris Jenderal Ipkolindo Jawa Tengah, Boaz Rudi Martiama, menyebut lomba ini menjadi momentum kebangkitan kolintang di Semarang pascapandemi.
“Aktivitas sempat terhenti, tetapi setelah UNESCO mengakui kolintang, antusias masyarakat kembali meningkat. Dukungan media sangat penting agar kegiatan Ipkolindo lebih luas dikenal,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Paguyuban Pelatih Kolintang Jawa Timur, Dominggus Kore, berharap lomba di Semarang mendorong edukasi sekaligus minat generasi muda.
“Harapan kami, kolintang semakin maju dan semakin banyak peserta yang berminat,” katanya.
Lomba yang berlangsung sejak pagi diikuti 12 kelompok peserta dari berbagai sekolah dan komunitas. Tercatat 11 kelompok tampil di hadapan dewan juri yang terdiri dari Ferdinand Soputan, Boaz Rudi Martiama, dan Dominggus Kore. Penilaian mencakup teknik aransemen, ketepatan nada, olah vokal, aksi panggung, kekompakan, serta ketepatan waktu.
Hasilnya, Grup Capella Kolintang alumni SD Antonius 02 Semarang meraih Juara I dengan nilai 2271,92 dan hadiah Rp7,5 juta. Posisi Juara II diraih Grup Gita Nusantara (2262,66) dengan hadiah Rp6,5 juta, sedangkan Juara III ditempati Grup Gratsia (2448,81) dengan hadiah Rp5,5 juta.
Untuk kategori Harapan, SD Sola Gracia meraih Harapan I (2213,07) dengan hadiah Rp4,5 juta, disusul SD Antonius 02 Banyumanik sebagai Harapan II (2207,2) dengan hadiah Rp4 juta, dan SD Kanisius Lamper Tengah Harapan III (2148,2) dengan hadiah Rp3,5 juta.

Dari SD Antonius 02 Banyumanik, tim yang terdiri dari Felis dan Voti (vokal), Fabian dan Cezha (melodi), Khael, Andra, Rio, dan Ino (pengiring), serta Pieta (kontrabas) dan Aldrich (bass) berhasil meraih Juara Harapan II. Meski demikian, mereka mengaku tetap bersyukur.
“buat menambah prestasi. Buat meraih piala. Latihan udah sekitar tiga Minggu,” ungkap Fabian, Rio, dan Ino bersautan.
Adapun Grup Capella Kolintang, yang diperkuat Rafaela Febriera Walangitan (vokal), Angeli Febriera Walangitan (vokal), Florentina Christabell Putri Lettisia (melodi), Maria Zanetta Putri Prananta (melodi), Imelda Anggraini Kartika (alto), Gisela Sherin Elvaretta (alto), Hilal Bertrand Elmer Rois (tenor), Diego Joyo Givanputro (ckntrabass), dan Margaretha Naevitaviasti Putri Rusharsanto (bass), berhasil menyabet Juara I setelah melalui persiapan intensif.
“Kami sering latihan supaya lancar saat tampil,” kata Rafaela.
Kesulitan yang dihadapi menurut Rafaela yakni saat memadu irama musik Kolintang dengan intonasi suara vokalnya.
“Kita harus menyatukan musiknya dengan suara kita, supaya pas,” ujarnya.
Sementara Angelie berharap semoga kesenian di Semarang bisa maju dan lebih berkembang lagi.
“Semoga bisa maju, lebih berkembang juga,” kata Angelie.

Dengan antusiasme peserta dan dukungan berbagai pihak, lomba ini diharapkan menjadi pintu masuk regenerasi pemain sekaligus upaya menjaga kelestarian kolintang di Semarang dan Indonesia. ***