Home / LIFESTYLE / SENI BUDAYA / Ampak-Ampak Krapyak Puncaki Festival Bubak Semarang 2025

Ampak-Ampak Krapyak Puncaki Festival Bubak Semarang 2025

SEMARANG, obyektif.tv – Kampung Krapyak, Kecamatan Semarang Barat, menjadi titik akhir rangkaian Festival Bubak Semarang 2025, Minggu (31/8/2025). Puncak acara menghadirkan pementasan Gambang Semarang dengan lakon Ampak-Ampak Krapyak, menandai berakhirnya rangkaian festival yang digelar tahun ini di sejumlah kampung-kampung bersejarah di Kota Semarang.

Lakon Ampak-Ampak Krapyak mengisahkan kedatangan Nyi Bubak di Sendang Mbah Jayeng. Bukannya membawa kebaikan, ia justru menjadi guru para perampok dan menebar keresahan di tengah warga. Pujo Sungkono bersama masyarakat Krapyak pun digambarkan berjuang keras membebaskan desa mereka dari ancaman tersebut. Kisah ini lahir dari cerita rakyat lokal yang sarat makna, termasuk legenda Randu Alas serta kisah tokoh-tokoh setempat.

Ampak-Ampak Krapyak di Festival Bubak Semarang 2025.

Pertunjukan yang dipadukan dengan musik Gambang Semarang, keroncong, pop, hingga instrumen kontemporer tersebut berhasil memikat penonton. Ribuan warga yang memadati Jalan Subali Raya larut dalam sajian dramatik yang dikemas dengan humor khas Semarangan. Unsur tari turut memperkuat penampilan, menjadikan pertunjukan terasa segar dan relevan dengan masyarakat masa kini.

Direktur GSAC, Tri Subekso, menyebut Festival Bubak sebagai upaya menghidupkan kembali narasi lama kampung-kampung di Semarang.

“Festival Bubak Semarang kami gagas untuk menggali sejarah dan cerita-cerita lama, lalu kami sajikan dalam bentuk pementasan di ruang publik. Dimulai dari Kampung Sekayu, lalu Pecinan, Kauman, dan berakhir di Krapyak,” ujarnya.

Direktur Gambang Semarang Art Company, Tri Subekso.

Sosok yang akrab disapa Mas Bekso ini berharap Festival Bubak bisa menjadi agenda tahunan.

“Bubak itu dari kata membuka, artinya membuka kembali sejarah kampung lama di Semarang. Harapan kami, ini tidak berhenti di sini, tetapi bisa terus berlangsung tiap tahun. Selain memperkenalkan Gambang Semarang di kampung, kegiatan ini juga memperjuangkan ruang publik sebagai ruang seni budaya,” katanya.

Pementasan Gambang Semarang di Festival Bubak tahun ini digelar melalui aktivasi ruang publik di sejumlah kampung bersejarah. Rangkaian dimulai dengan lakon Manggala Yudhaning Kadipaten di Kampung Sekayu, dilanjutkan Pendekar Rompi Macan di Pecinan, Merdeka atau Mati di Kauman, dan ditutup dengan Ampak-Ampak Krapyak. Selain pertunjukan utama, festival turut diramaikan berbagai kegiatan, seperti pameran ruang publik, lomba bercerita, diskusi peranakan Tionghoa, walking tour, hingga lokakarya batik.

Pementasan Kesenian Gambang Semarang.

Gambang Semarang sendiri merupakan kesenian khas kota yang lahir pada 1930-an, diperkenalkan oleh Li Hot Sun. Perpaduan budaya Jawa dan Tionghoa dalam kesenian ini dianggap merepresentasikan wajah Semarang sebagai kota multikultur.

Lebih dari sekadar hiburan, Festival Bubak Semarang 2025 menegaskan bahwa ruang publik di kampung-kampung lama masih relevan sebagai panggung budaya. Di tengah arus modernisasi, upaya menjaga tradisi lokal dipandang penting untuk merawat identitas dan jati diri Kota Semarang. ***

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *