JAKARTA, obyektif.tv – Polda Metro Jaya menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi anarkis dalam unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR pada 25 Agustus 2025. Para tersangka diketahui berperan aktif menyebarkan ajakan, konten provokatif, hingga tutorial pembuatan bom molotov melalui media sosial.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Satgas Penegakan Hukum Aksi Anarkis.
“Ada enam tersangka yang sudah kami tetapkan, saat ini masih dalam tahap pemeriksaan,” ujarnya dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025) malam.
Enam tersangka tersebut adalah:
- Delpedro Marhaen (DMR), Direktur Lokataru Foundation sekaligus admin akun Instagram @lokataru_foundation, berperan menyebarkan ajakan aksi.
- Muzaffar Salim (MS), staf Lokataru dan admin akun @blokpolitikpelajar, berperan mengajak perusakan melalui kolaborasi dengan akun lain.
- Syahdan Husein (SH), admin akun @gejayanmemanggil, berperan menyebarkan ajakan serupa.
- KA, admin akun @AliansiMahasiswaPenggugat, berperan dalam koordinasi ajakan anarkis.
- RAP, admin akun @RAP, membuat tutorial pembuatan bom molotov sekaligus menjadi koordinator kurir di lapangan.
- FL, admin akun TikTok @fighaaaaa, menyiarkan ajakan langsung kepada pelajar untuk mengikuti aksi.
Menurut Ade Ary, peran para tersangka ini sangat berpengaruh terhadap maraknya pelajar yang ikut turun ke jalan.
“Bisa dibayangkan dampak dari ajakan hasutan melalui akun-akun tersebut, hingga ratusan pelajar dari berbagai daerah ikut terlibat,” ujarnya.
Polisi mencatat, pada aksi 25 Agustus 2025, sebanyak 337 orang diamankan, terdiri dari 202 anak di bawah umur, 26 mahasiswa, dan 109 warga. Dua hari kemudian, pada 28 Agustus, jumlah itu meningkat menjadi 794 orang. Anak-anak yang terjaring diamankan secara terpisah, didata, diperiksa, dan diberikan konseling sebelum dikembalikan ke orang tua masing-masing.
Atas perbuatannya, keenam tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 160 KUHP, Pasal 76H jo Pasal 87 UU Perlindungan Anak, serta Pasal 45A ayat (3) jo Pasal 28 ayat (3) UU ITE. Ancaman hukuman yang menanti mereka mencapai enam tahun penjara.
“Ini sangat berbahaya. Aksi anarkis terjadi dan didominasi pelajar, yang seharusnya berada di sekolah untuk belajar,” tegas Ade Ary. ***