Home / NEWS / Kolektif 17+8 Serahkan Tuntutan Rakyat ke DPR, Desak Pemerintah Bertindak

Kolektif 17+8 Serahkan Tuntutan Rakyat ke DPR, Desak Pemerintah Bertindak

JAKARTA, obyektif.tv – Aksi penyerahan tuntutan rakyat “17+8” dilakukan langsung oleh para aktivis dan influencer ke DPR RI, Kamis (4/9/2025), sebagai desakan agar pemerintah dan parlemen segera merespons aspirasi publik.

Perwakilan kolektif yang hadir antara lain Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Jerome Polin, Andhyta F Utami (Afu), Fathia Izzati, dan Jovial da Lopez. Mereka menekankan agar 17 tuntutan jangka pendek dipenuhi paling lambat 5 September 2025, sementara delapan tuntutan jangka panjang ditargetkan rampung sebelum 31 Agustus 2026.

Dokumen tuntutan diterima Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, serta anggota Komisi VI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka. Andre turut menandatangani surat serah terima 17+8 tuntutan tersebut.

Tuntutan rakyat yang dikenal sebagai “17+8” dihimpun oleh Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah dari beragam aspirasi buruh, mahasiswa, hingga masyarakat sipil yang ramai diperbincangkan di media sosial.

Dokumen ini sebelumnya viral setelah diunggah sejumlah figur publik, seperti Jerome Polin dan Salsa Erwina Hutagalung, lalu memicu beragam respons warganet. Dengan desain latar hitam serta tulisan berwarna hijau dan pink, dokumen tersebut berisi desakan transparansi, reformasi, dan perlindungan atas hak-hak sipil maupun ekonomi rakyat.

Berikut rincian isi tuntutan “17+8 Tuntutan Rakyat”:

Deadkine 5 September:

Tugas Presiden

1. Menarik TNI dari pengamanan sipil dan memastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.

2. Membentuk tim investigasi independen atas kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, dan seluruh korban kekerasan aparat selama aksi 28–30 Agustus.

Tugas DPR

3. Membekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan membatalkan fasilitas baru, termasuk pensiun.

4. Mempublikasikan secara transparan seluruh anggaran DPR, mulai gaji, tunjangan, rumah dinas, hingga fasilitas.

5. Mendorong Badan Kehormatan DPR memeriksa anggota bermasalah, termasuk melalui penyelidikan KPK.

Tugas Partai Politik

6. Memberhentikan atau memberi sanksi tegas kepada kader DPR yang dinilai tidak etis dan memicu kemarahan publik.

7. Menyatakan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.

8. Melibatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil.

Tugas Polri

9. Membebaskan seluruh demonstran yang ditahan.

10. Menghentikan tindakan kekerasan dan menaati SOP pengendalian massa.

11. Memproses hukum secara transparan anggota maupun komandan polisi yang melanggar HAM.

Tugas TNI

12. Segera kembali ke barak dan menghentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.

13. Menegakkan disiplin internal agar prajurit tidak mengambil alih fungsi Polri.

14. Menyatakan komitmen publik untuk tidak masuk ke ranah sipil selama krisis demokrasi.

Tugas Kementerian Sektor Ekonomi

15. Menjamin upah layak bagi seluruh pekerja, termasuk guru, buruh, tenaga kesehatan, dan mitra ojek online.

16. Mengambil langkah darurat mencegah PHK massal dan melindungi buruh kontrak.

17. Membuka dialog dengan serikat buruh terkait upah minimum dan sistem outsourcing.

Deadline 31 Agustus 2026:

1. Reformasi DPR melalui audit independen, menolak mantan koruptor menjadi anggota, menetapkan KPI kinerja, serta menghapus fasilitas istimewa.

2. Reformasi partai politik dan penguatan oposisi dengan kewajiban publikasi laporan keuangan partai.

3. Reformasi perpajakan yang lebih adil dengan meninjau distribusi APBN pusat-daerah dan membatalkan rencana pajak yang memberatkan rakyat.

4. Pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor serta penguatan independensi KPK.

5. Reformasi Polri dengan revisi UU Kepolisian dan desentralisasi fungsi ketertiban umum, keamanan, serta lalu lintas.

6. TNI kembali ke barak tanpa pengecualian, termasuk pencabutan mandat dari proyek sipil seperti food estate.

7. Penguatan Komnas HAM dan lembaga pengawas independen, termasuk Ombudsman dan Kompolnas.

8. Peninjauan ulang kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan, mencakup evaluasi PSN, perlindungan hak masyarakat adat, audit BUMN, serta revisi UU Ciptakerja.

Melalui penyerahan ini, Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah menegaskan aspirasi publik harus ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah, DPR, partai politik, Polri, dan TNI. Mereka menilai langkah konkret diperlukan untuk meredakan ketegangan politik dan mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap institusi negara. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *