SEMARANG, obyektif.tv – Untuk mengurangi luapan sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) mendorong penerapan ekonomi sirkuler, khususnya di sektor rumah tangga dan industri yang menghasilkan sampah kemasan.
Pendekatan ini bertujuan mengubah pola konsumsi dan pengelolaan sampah agar lebih berkelanjutan, dengan mengedepankan prinsip mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang (3R). Melalui strategi ini, masyarakat dan pelaku industri diharapkan dapat mengelola sampah sejak dari sumbernya, sehingga dapat mengurangi beban TPA dan memaksimalkan pemanfaatan ulang material yang masih bernilai guna.
Hal tersebut disampaikan Kepala DLHK Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto dalam acara Circular Economy Forum 2025 yang digelar di Aroem Resto, Kota Semarang, Rabu (16/7/2025).
Widi menyampaikan bahwa komposisi sampah di Jawa Tengah masih didominasi oleh sampah organik, dengan proporsi mencapai 40 persen, disusul sampah plastik sebesar 20 persen, sisanya kertas serta karton.
Menurutnya, tumpukan sampah tersebut sebenarnya memiliki nilai ekonomi yang cukup besar apabila dikelola dengan tepat, salah satunya melalui penerapan sistem ekonomi sirkular.
Meskipun jumlah bank sampah di Jawa Tengah sudah cukup banyak, menurutnya pengelolaan sampah dari tingkat rumah tangga masih belum optimal. Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen untuk memperkuat keberadaan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) sebagai ujung tombak dalam sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Pakar Ekonomi Lingkungan sekaligus Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Amin Pujiati, menyatakan bahwa ekonomi sirkular dapat menjadi solusi pengelolaan sampah di Jawa Tengah. Namun, penerapannya masih terkendala oleh minimnya sumber daya manusia dan rendahnya kesadaran masyarakat. Akibatnya, sebagian besar limbah masih dibuang tanpa pengelolaan. Di sektor pangan, pendekatan yang paling banyak dilakukan adalah repurpose, yakni memanfaatkan kembali sisa pangan untuk tujuan lain.
Kendala tersebut turut membuat implementasi ekonomi sirkular terkesan belum memberikan dampak yang signifikan. Padahal, menurut Prof. Amin, ekonomi sirkular memiliki potensi dampak yang besar. Hal ini tercermin dari kontribusinya terhadap nilai tambah dalam data PDRB. Namun karena penerapannya belum merata, dampaknya secara spasial masih terlihat kecil.
Sementara itu Regional Public Affairs Manager Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia, Armytanti Hanum Kasmito, mengatakan bahwa mekanisme pengelolaan sampah kemasan di perusahaan itu dimulai dengan upaya untuk mengumpulkan kembali plastik kemasan yang diproduksi melalui Collection Center yang dibangun di beberapa lokasi.
Ada 36 Collection Center yang telah dibangun CCEP di Indonesia, 3 di antaranya berada di Jawa Tengah. Sepanjang 2024, CCEP berhasil mengelola 30 ribu ton sampah plastik yang dikumpulkan melalui fasilitas Collection Center tersebut.
Circular Economy Forum 2025 diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia bekerja sama dengan DLHK Provinsi Jawa Tengah, serta didukung oleh CCEP Indonesia dan Kawasan Industri Wijayakusuma.
Acara ini melibatkan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha, akademisi, asosiasi, serta kelompok masyarakat, untuk mendorong implementasi ekonomi sirkular yang berkelanjutan di wilayah Jawa Tengah. ***